Saya Harus Memilih Pola Makan Yang Mana?

Pertanyaan yang akhir – akhir ini sering saya dengar berkaitan dengan pola makan. Jawaban saya tetap sama : terserah kamu, itu hidupmu, bukan hidup saya, lha wong mas bojo ga mau ikut pola makan saya aja ga saya paksa 🙂 apalagi orang lain. Meskipun saya rajin sharing tentang #food_combining, tapi saya berusaha tidak mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan. Setiap orang harus mengambil keputusan secara sadar dan mandiri, bukan terpaksa, dipaksa atau dalam pengaruh atau bahkan iming – iming sesuatu.

Jadi gimana nih, dokter itu ngomong A, dokter lain ngomong B, ahli kesehatan lain ngomong C. Buat saya pribadi, membuka diri terhadap ilmu baru itu baik. Tapi kita harus tau batasnya dimana harus berhenti mencari tahu. Nilai diri sendiri, bagaimana karakter kita, gampang terpengaruh? Mudah galau dan bimbang? Atau kita adalah orang yang tangguh. Contoh yang pernah saya unggah adalah kisah Yusuf yang digoda istri Potifar. Yusuf tahu dan sadar, sebagai lelaki normal bisa saja dia jatuh dalam godaan, karena itu sampai pada batasnya dia memutuskan untuk lari. Kalo karakter kita mudah galau dan bimbang, ya jangan malah menjatuhkan diri, jangan makin mengorek – ngorek lebih dalam.

Lalu ukuran benar dan salah itu apa? Relatif. Kalo saya selalu saya kembalikan pada hati nurani, dimana disana “utusan Tuhan berdiam”. Berdoa, berdiam dan rasakan. Ukuran perkenanan Tuhan adalah damai sejahtera alias ketenangan hati.

Tapi saya sakit, saya butuh segera sembuh. Oke, lakukan apa yang kamu inginkan. Tapi lagi – lagi saya bilang, buat saya pribadi, kesembuhan bukan sekadar fisik yang tetiba membaik dengan cepat, oke itu baik, itu harapan setiap orang yang sakit. Namun seyogyianya jalan kesembuhan yang kita tempuh harus benar secara iman. Meskipun saya bukanlah orang yang sempurna secara rohani, namun langkah yang saya ambil 2.5 tahun lalu untuk ber FC adalah harus benar dulu menurut iman yang saya yakini. Benar dalam arti benar sesungguhnya, bukan asal saya mencomot – comot ayat kemudian saya terapkan sesuai dengan keinginan saya untuk menenangkan hati. Memangnya pasal karet bisa dibuat fleksibel 😀

Sakit atau masalah fisik lainnya, (lagi – lagi) menurut saya adalah sapaan cinta sang Pencipta. Peringatan cantik dariNya agar kita mencintai tubuh, bersinergi dengannya dalam proses perjalanan pulang. Sakit atau tidak bukan ukuran kita mati cepat atau lambat. Alih – alih menjadi panik kemudian memaksa tubuh ikut maunya kita, Dia mengajar kita mendengar suaraNya, melalui tubuh. Nah, disinilah sebenarnya proses kesembuhan batin juga dimulai.

Saya mengamati, orang – orang besar yang sudah masuk dalam pemahaman bahwa pola makan adalah bagian dari hidup spiritual, malah tidak banyak bicara, tidak membanding – bandingkan dan tidak mencari pengikut. Mereka fokus pada apa yang diyakini dalam kesunyiannya. Kalopun mereka aktif di media sosial malah sibuk membangun karakter. Saran saya, ikutilah orang – orang besar ini.

Jadi closingnya, tetapkan pilihan dengan paham dan sadar. Jangan mendua hati, karena dalam urusan apapun mendua hati selalu berujung galau melanda dan bingung menyapa 😀

Leave a comment